Abadikah semua

Beberapa waktu yang lalu, saya sempat berbincang dengan seorang teman kantor. Menurutnya, dia sudah mempunyai semuanya. Keluarga yang bahagia, anak, rumah yang cukup besar untuk dia tinggali bersama keluarga kecilnya, investasi, tanah, kendaraan. Dia tidak merasa butuh apa-apa lagi. Gajinya dan Gaji suaminya setiap bulan lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi pendapatan tetap yang diperolehnya dari investasi yang jumlahnya cukup besar.

Saya tidak mengangkap nada kesombongan dari semua ucapannya. Namun, semua ucapannya membuat saya berfikir, benarkah apa yang kita miliki sekarang ini abadi. Sampai kapan kita bisa mempunyai keluarga yang bahagia, dengan anak-anak yang lucu. Sampai kapan kita sanggup terrus menerus tersenyum, sehingga lupa tangis dan kesedihan. Bukankah dunia ini berputar. Bukan tidak mungkin suatu saat semuanya akan berbalik. Saat semuanya mungkin hilang atau terlepas dari genggaman.


Tidak pernahkah terfikir atau sempat terbersit sedikit saja dari pikiran kita. Bagaimana jika suami yang selama ini terlihat sehat dan baik-baik saja tiba-tiba terjatuh dan divonis dokter menderita sakit jantung.  Atau tiba-tiba jatuh dari kamar mandi dan tidak bisa bangun lagi, dan kemudian ternyata menderita stroke yang parah. Mungkin ada sebagian yang berkata, "saya tidak berfikir sampai sejauh itu, mudah-mudahan semua sehat-sehat saja".

Tentu saja, tidak seorangpun yang ingin sakit atau memiliki pasangan atau keluarga yang sakit. Tapi, bukankah takdir itu tidak pernah bisa kita tolak. Sekalipun kita telah berusaha sehati-hati mungkin, ataupun berusaha menjaga kesehatan sekuat mungkin. Bisa saja, tiba-tiba kecelakaan terjadi pada kita atau pada pasangan kita. Dan tiba-tiba kita dihadapkan pada kebutuhan untuk pengobatan yang terus, terus dan terus ada. Siapkah kita menghadapi semua itu. Tulang punggung keluarga yang selama ini telah memenuhi semua kebutuhan rumah tangga tiba-tiba pergi atau tak bisa lagi bekerja. Mampukah kita tetap tersenyum bahagia sedang pengobatan harus terus dilanjutkan. Cukupkah penghasilan yang selama ini kit anggap cukup dan berlebih menutupi semua kebutuhan itu.

Kita harus mempunyai suatu alat yang bisa menjamin bahwa senyum itu akan selalu ada pada keluarga kita, meskipun ada duka namun tak akan berlarut dan membuat sengsara anak-anak. Suatu alat yang bisa membantu saat kita dalam kesulitan ekonomi, saat kita tertimpa musibah. Dan alat itu hanya bisa dibeli saat kita masih tersenyum, saat kita masih merasa cukup dan lapang, saat kita merasa belum butuh. Seperti saat kita membeli payung. Kita persipakan saat belum hujan karena jika telah hujan, maka kita telah terlanjur basah.