Dua Hati dalam Satu Cinta?

Membahas tentang cinta, sesuatu yang tak pernah ada habisnya. Karena cinta itu begitu universal, , mencakup semua kehidupan. Ketika bicara tentang cinta dalam sebuah rumah tangga, tidak hanya persoalan cinta, tapi ada banyak persoalan lain yang harus sama-sama dimengerti. Pernikahan adalah soal pengertian karena pernikahan adalah proses menyatukan dua hati yang berbeda, mengerti ketika dia tak suka, dia tak ingin bicara, dia ingin sendiri, dia sedang sedih. Ah, begitu sederhana sesungguhnya.



Kulihat pernikahan seorang sahabat yang begitu indah. Seorang suami yang begitu menyayangi istrinya, menuruti semua keinginannya, mematuhi semua kata-katanya. Tapi apakah cinta itu seperti itu, sehingga istri bisa selalu bermanja, tidak pernah kecewa, dituruti semua yang dikata, dipatuhi hendak pergi kemana. Aku kembali berpikir jika begitu adanya, kenapa tidak wanita pelihara saja seorang robot manusia, yang tidak butuh perasaan. Disuruh bilang cinta, dia katakan cinta, disuruh ambilkan makanan, dia bawakan makanan. Pokoknya semua yang wanita mau, dia kerjakan. Indahkah?

Ternyata tidak semua pernikahan terlihat indah. Ada juga seorang suami yang tak pernah katakan cinta, tak pernah ucapkan sayang, tak pernah memberi kemanjaan.. Seorang istri yang bekerja harus merelakan semua penghasilannya diatur oleh sang perkasa, sang kepala rumah tangga, katanya. Setiap hari diberi jatah uang belanja yang tidak boleh lebih dari perkiraan sang suami. Ketika ia menginginkan sesuatu, bahkan di saat hamil, yang katanya aku sangat menginginkannya, aku sedang ngidam, sang jagoan dengan tanpa perasaan mengatakan 'kamu kan bisa beli sendiri'. Ketika minta dijemput karena kemalaman dan hari pun sedang hujan ,dengan cuek dia katakan 'kamu bisa pulang sendiri, biasa juga seperti itu, kan'. Ihhhhhhhhhh, suami jahat. Tentu saja semua orang pun akan mengatakan pernikahan ini sungguh sangat tak indah. Jika bisa berdoa, mungkin istri yang lemah akan memohon biar saja dia meninggal kena serangan jantung dari pada terus bertahan hidup serumah dengan suami seperti ini.

Jika aku menginginkan sebuah pernikahan untukku dan untuk anak-anakku, tidaklah kuinginkan pernikahan seperti contoh pertama, apalagi pada contoh kedua. Ku tak ingin dimanja bak ratu, tak ingin dipatuhi seperti raja, tak ingin dimulyakan seperti pejabat, tak ingin diperlakukan seperti orang terhormat. Aku pun sangat tak ingin dihina dan diperlakukan dengan kasar dan tak terhormat. Tidak semua keinginanku harus dituruti, aku pun ingin sekali-kali merasa kecewa. Hanya sekali-kali! Jika aku ingin bermanja, ada seseorang yang memanjakanku, ketika aku ingin cerita ada seseorang yang mau mendengarkanku, ada seseorang yang memberi penyelesaian atas masalahku, memberi pilihan yang terbaik, tanpa membelaku jika aku bersalah. Jika aku terpuruk dalam duka, ada seseorang yang menghapus air mataku. Jika aku bersalah dalam alfa, ada seseorang yang menegurku dan menyapaku dengan lembut. Ah, semoga bukan  mimpi.