Sekeping Hati



Ada yang terus mengusik pikiran saya sejak semalam. Sesuatu yang membuat saya susah tidur, dan terus dihantui perasaan kesal. Semuanya sejak saya nonton acara “Catatan Sang Jurnalis” di sebuah tv swasta. 


Acara itu menceritakan tentang perjalanan pernikahan seorang janda dengan anak satu yang menikah lagi. Mengerikan! Pernikahan yang di dalamnya sama sekali tidak ada berkah dan rahmat dari Allah. Hari-hari hanya berisi pertengkaran demi pertengkaran. Pernikahan yang sama sekali tidak terlihat nilai-nilai islami di dalamnya.  Tidak ada sakinah, mawaddah , apalagi rohmah. Suami pemabuk, stress, tidak punya kerja, dan sering memukul. Istri yang cerewet, dan tidak terlihat kelemahlembutannya ketika berbicara dengan suaminya. Mungkin juga istrinya bersikap seperti itu karena tekanan ekonomi dan tekanan jiwa akibat punya suami pemabuk.

Akhir dari kisah ini sangat menyedihkan. Suaminya tega menjual istrinya kepada laki-laki hidung belang dan memperkosa anak tirinya. Hancur semua. Tidak ada lagi harapan bagi sang istri yang telah mengorbankan semuanya, termasuk harga diri untuk suaminya, ketika anak satu-satunya akhirnya diperkosa oleh ayah tirinya. Hal itulah yang akhirnya membuat sang istri membunuh suaminya. Tapi dia tetap dihukum penjara selama delapan tahun. Menyedihkah, tragis.

Tanpa bermaksud menggurui, hanya berdasarkan pengalaman menikah yang baru seujung jari (gak berani banyak berkata deh kalo sudah ditanya pengalaman), saya hanya ingin sedikit berbagi tetang sikap laki-laki. (Tapi ini hanya tentang laki-laki yang normal,yang akan menjadi baik jika diperlakukan secara baik. Untuk laki-laki yang tidak normal mau diperlakukkan sebaik apapun tetap saja dia tidak akan menjadi baik, bagusnya laki-laki seperti ini dibuang ke laut aja deh)  
  • Laki-laki tidak akan betah berada dalam sebuah rumah apabila ia tidak mendapatkan ketenangan. Ketika suami lelah setelah berpergian dari luar rumah, meskipun keadaanya tidak membawa uang, karena dia baru saja di PHK, dan belum mendapatkan pekerjaan, maka tetaplah sambut dengan wajah tersenyum. Jangan bertanya hal-hal yang akan membuatnya gusar. Ceritakan hal-hal yang membuatnyanya merasa bahagia. Tanpa ditanya pun, pada saatnya dia akan bercerita sendiri. 
  • Jangan sekali-kali membandingkan dia dengan suami orang, misalanya tetangga depan rumah yang bisa membelikan istrinya apa saja. Suami akan merasa sangat marah dan tersinggung jika dia dibandingkan dengan laki-laki lain. Percayalah, dia pun sangat ingin memberikan semuanya untuk istri yang dicintainya.
  • ketia suami sedang ada masalah, sedang diam, dan sepertinya butuh waktu untuk sendiri, maka biarkan dia dalam guanya, biarkan dia menyendiri, sampai ia merasa lebih baik. Biarkan dia yang mengajak bicara, atau ajaklah ia bicara setelah melihat kedaaannya tenang.
  • Dalam sebuah rumah tangga, pasti akan ada selalu perbedaan dan pertengkaran. Pada saat itu terjadi, mungkin mulut kita akan mengungkapkan semua kekurangan suami, tapi tahanlah bicara, lebih baik diam.
  • Jangan suka menuntut sesuatu di luar kemampuan suami, berusaha qonaah menerima apapun dan berapapun pemberian suami.
Untuk suami, bukankah kalian telah mengambil kami dengan menyebut nama Allah, telah berjanji akan menyayangi kami dan memenuhi nafkah kami, maka jangan pernah siakan kami. Kami hanya seorang yang lembut, dan ingin diperlakukan dengan lembut. Jangankan mendapatkan pukulan kuat tangan kalian di tubuh kami, mendengar bentakan dan suara keras kalian saja, tubuh kami telah gemetar dan seolah dunia akan runtuh menimpa kepala kami. Jika kami melakukan kesalahan, maka tegurlah kami. Jika kami larut dalam alfa kami, nasehatilah kami. Kami hanya manusia biasa yang butuh dihargai. Tidak ada yang lebih kami inginkan kecuali mendapatkan keridhoan kalian atas diri kami.