Nafkah



Ketika seorang laki-laki memutuskan untuk menikah, seharusnya sudah terfikirkan bahwa akan ada banyak kewajiban yang harus dia kerjakan. Menikah bukan hanya untuk mengikuti sunnah Rosul, sebagai penyempurna agama, tetapi bagaimana dengan pernikahan yang dibangun, akan membawa kebaikan pada keshollihan pribadi, dan juga kesholihan istri. Laki-laki mengambil wanita menjadi istrinya dengan nama Allah, dan seharusnya mampu memperlakukan wanita yang menjadi istrinya dengan baik, memenuhi kewajiban terhadap istri terutama memberinya nafkah yang baik.


Dalam kenyataannya, ada, walaupun mungkin hanya sebagian kecil dari laki-laki yang tidak menyadari akan kewajiban memberikan nafkah kepada anak dan istrinya. Mereka kaum laki-laki (yang sebagian kecil itu) tidak mengetahui atau mungkin pura-pura tidak tahu bahwa nilai memberi nafkah kepada anak dan istri itu lebih utama dari pada menyumbangkan harta demi perjuangan Islam sekalipun, sementara anak dan istri kelaparan. Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, "Satu dinar yang engkau belanjakan untuk perang di jalan Allah dan satu dinar yang engkau belanjakan untuk istrimu, yang paling besar pahalanya ialah apa yang engkau berikan kepada istrimu." (HR. Bukhari Muslim)

Seorang wanita yang berpenghasilan, sekalipun penghasilannya lebih besar dari pada penghasilan suaminya, tidak melepaskan kewajiban suaminya untuk memberi nafkah kepadanya. Dan ingatlah, wahai laki-laki yang bakhil terhadap hartanya dan tidak memberi nafkah kepada anak dan istrinya, pada suatu hari Allah akan mengambil hartamu dan menjadikanmu dalam ketiadaan.

Ada kisah yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga suatu pasangan:

  • Seorang suami menikahi seorang wanita yang berpenghasilan sendiri. Suami adalah seorang yang mempunyai harta lumayan berlimpah.Pada awal pernikahan, dia adalah seorang suami yang masih memberi nafkah kepada keluarganya walaupun sangat dibatasi, tetapi setelah dia mengetahui bahwa istri memiliki penghasilan sendiri, akhirnya dia berpendapat bahwa istrinya tidak membutuhkan nafkah darinya. Dia menyimpan hartanya untuk dirinya sendiri. Peringatan istrinya untuk membayarkan zakat dari hartanya itu tidak pernah ia hiraukan. Tahun demi tahun berjalan, tiga orang anak pun lahir dari hubungan itu, tapi suami tak juga menunjukkan itikad baik dengan memberi nafkah pada keluarganya. Tahun tahun yang berlalu banyak kejadian yang menimpa suami, mulai dari hartanya yang habis sedikit demi sedikit karena ditipu orang, dan akhirnya sampai pada titik akhir, hartanya pun habis dan ia pun harus rela kehilangan pekerjaannya sehingga ia pun hidup dalam ketiadaan. Pada akhirnya tiada penghormatan dari istri dan anak-anaknya, kecuali hanyalah rasa kasihan.
  • Suami adalah seorang pedagang yang sukses. Setiap kali istrinya meminta jatah belanja, ia selalu mengatakan ia tak punya cukup uang, padahal istrinya tahu bahwa ia mempunyai harta dalam bentuk emas yang berlimpah yang ia simpan dengan menggali tanah di bawah tempat tidurnya yang tak seorang pun tahu kecuali suaminya sendiri. Tiba-tiba pada suatu hari suaminya kecelakaan. Tiada harta yang ia tinggalkan untuk keluarganya kecuali harta simpanan di bawah tanah yang tak seorang pun tahu tempatnya. Ruang bawah kamar tempat tidur telah digali untuk mencari tapi harta simpanan suami, namun harta itu tak juga ditemukan. Seandainya nyawa masih bisa diselamatkan, mungkin masih ada waktu untuk meninggalkan harta yang bermanfaat untuk keluarga sebagai amal jariyah, tapi jika harta tersimpan tiada guna maka tiadalah arti kecuali kesia-siaan.
Benar adanya hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq ra. Ia berkata sebagai berikut :
"Orang yang bakhil tidak akan selamat dari tujuh perkara, yaitu: Ia mati, kemudian hartanya diwarisi oleh orang yang membelanjakannya untuk keperluan diluar yang diperintahkan oleh Allah Swt. Ia dikuasai oleh penguasa jahat yang merampas hartanya setelah menyakitinya dulu. Allah Swt. membangkitkan nafsu syahwatnya, sehingga memusnahkan hartanya. Ia mempunyai kemauan untuk membangun atau memugar bangunan di tempat yang rawan, yang menyebabkan hartanya musnah. Ia ditimpa musibah duniawi, seperti kebanjiran, kebakaran atau kecurian dan lain sebagainya. Ia terserang penyakit yang tak kunjung sembuh, hingga hartanya habis untuk biaya berobatnya; atau mungkin ia menawan hartanya di dalam suatu tempat, kemudia ia lupa letak tempatnya dan tidak dapat menemukannya kembali."