ANAK

Sungguh sebuah anugerah terindah ketika kita sadar kita mempunyai anak-anak. Sejak proses hamil, melahirkan, hingga melihatnya tumbuh adalah suatu proses yang sama indahnya. Bagaimana ketika ia di dalam perut, bergerak-gerak, menendang, semuanya mampu membuat sang ibu tertawa sendiri. Sensasinya tak bisa dibayangkan  kecuali ketika sedang merasakannya. Bagaimana kemudian, proses melahirkan yang menyakitkan hilang begitu saja ketika melihat wajah lembut dan lucu yang menggeliat di atas dada ketika ia baru dilahirkan. Wajah lembut yang terlihat lemah sehingga membutuhkan uluran tangan kita untuk menolongnya. Tiba-tiba rasa sayang itu semakin besar, dan tak ingin lagi dipisahkan. Melewati proses tumbuhnya, semakin besar, semakin berisi badannya, semakin semangat untuk memberikan ASI yang banyak kepadanya agar ia bisa maksimal pertumbuhannya. Jari-jari mungil nan lucu dicium, badannya dibelai lembut, lengan dan kakinya diusap penuh kasih. Hari berganti hari, ia semakin besar. Ia mulai tersenyum. ia mulai tertawa ketika kita mengajaknya bercanda. Subhanallah. Saat yang indah. Ketika ia kemudian belajar duduk, kemudian ia terjatuh. Aduh cemasnya hati. Ia tiba-tiba bergerak, ia ingin menjangkau sesuatu dipojok rumah yang berwarna merah. Ia berhasil!. Tangan mungilnya mampu meraih bola merah itu. Hebat. Ia semakin besar sekarang. Tak terasa, ia sudah mulai belajar berjalan. Ia berpegangan pada jendela. Ia belajar merambat. Setapak demi setapak berhasil dilaluinya. Ia tak pernah putus asa untuk terus mencoba, hingga akhirnya ia mampu berjalan tegak di atas kedua kakinya.



Tapi, ...........
ketika anak yang dilahirkan ternyata dalam kondisi yang tidak normal, maka semuanya akan berbeda. Rasa bahagia dan sayang yang seharusnya tumbuh saat melihat ia pertama kali, hilang berganti dengan kesedihan dan rasa kasihan. Rasa bersalah yang sulit untuk dihilangkan. Ingin menyalahkan siapa atas apa yang terjadi. Ingin menyalahkan Allah mengapa Dia memberi anak seperti ini, tapi rasa berdosa. Ingin menyalahkan keadaan kenapa tak berhati-hati menjaga proses kehamilan, tapi tak juga terjawab dimana letak ketidakhati-hatian itu. Seribu tanya tak terjawab, kecuali tangis yang tak juga berhenti. Hari demi hari terasa begitu berat unutk dilewati. Apalagi kemudian ternyata ia pun tak tumbuh seperti anak lainnya. Badannya kecil, tidak normal dengan usianya. Pertumbuhan fisiknyapun terganggu. Seorang ibu tetap harus menjadi kuat demi anaknya. Harus tetap berusaha memberikan yang terbaik yang bisa ia lakukan, walau tangis itu masih juga tak mampu dihentikan. Bulan berlalu, tahun berganti. Rasa kasihan itu akhirnya tumbuh menjadi rasa sayang yang tulus. Anak itu tumbuh. Ia menjadi pribadi yang menyenangkan. Ia mampu menjadi pelipur lara. Ia mampu membuat tertawa ketika hati sedang berduka. Subhanallah. Allah menunjukkan kekuasaannya lewat jalan yang mana saja yang manusia tak pernah bisa menebaknya.

Ada suatu pendapat yang sampai saat ini saya tak pernah bisa setuju. Ketika seorang anak menangis, merengek-rengek tiada henti. Akankah kita biarkan rengekannya menjadi tangis yang berkepanjangan. Iya. Biarkan ia menangis, agar ia tahu, keinginannya tak akan dituruti. Benarkah?
Saya pribadi lebih senang menggunakan cara yang lain untuk anak-anak saya. Ketika ia mulai akan menangis, kita gendong ia, kita peluk, kita usap punggungnya. Ucapkan dengan bahasa yang lembut dan ciuman dikedua pipinya. Berikan alasan mengapa kita tak bisa memenuhi keinginannya, mengapa ia tak boleh melakukan perbuatannya, mengapa ia harus melakukan apa yang ia tidak mau melakukan. Walaupun awalnya ia akan berontak, tapi semuanya akan bisa diselesaikan dengan lebih baik. Dengan kelembutan, anak-anak akan menjadi pribadi yang menyenangkan.

Semoga kebahagiaan selalu untuk kalian semua anak-anakku. Dengan kekuatan cinta, insya Allah kalian akan menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah, menjadi anak-anak yang bertakwa, yang berguna untuk agama, orang tua, nusa dan bangsa.